KUALIFIKASI dalam kurikulum KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) merupakan kata kunci untuk mengukur kesetaraan atau kesejajaran setiap alumni dari setiap perguruan tinggi. Tujuannya, setiap alumni memiliki standar penguasaan yang sama, baik dari aspek penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan umum, keterampilan khusus dan sikap.
“Dengan begitu, setiap warga negara dipastikan mendapatkan hak pendidikan tinggi yang sama, dengan menghapus kluster pendidikan, karena setiap lembaga pendidikan secara kelembagaan telah distandarisasi dengan standar yang sama,” ujar Ketua Jurusan Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN SGD Bandung, Dr H Chaerul Shaleh, M.Ag, seusai Webinar “Clinic Legal Education: Praktik Beracara di PTUN pada Masa Covid-19”, Rabu (02/09/2020).
Standar kualifikasi ini, secara substansial didasarkan atas dua hal; pertama, kualifikasi akademik, yang menuntut setiap lembaga pendidikan mengelola, mengembangkan dan melahirkan produk-produk yang terhubung dengan branch science dan market science, dengan indikator setiap lulusan memiliki kualifikasi penguasaaan ilmu pengetahuan.
Kedua, kualifikasi keahlian, yang terhubung dengan law industry, dimanasetiap lulusan dituntut memiliki keterampilan praktis atau keterampilan kerja, yang lahir dari tuntutan keahlian profesi yang telah ditetapkan dalam skema kurikulum akademiknya.
Desain keterampilan kerja dalam sistem akademik, kata Dr Chaerul, memiliki posisi yang sangat strategis, keterampilan memiliki peran sebagai katalisator science view dan market view untuk memenuhi kebutuhan demand market. Memenuhi demand market tentu saja bukan sekadar memiliki kemampuan penguasaan teori pembelajaran yang dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM), akan tetapi harus menjadi bagian yang terhubung dengan lembaga-lembaga profesi yang secara praktis telah memiliki kemampuan teknis beracara.
Namun, menarik lembaga-lembaga profesi untuk mengambil bagian dalam sistem pendidikan, bukanlah usaha yang serta merta “kun fayaqun”. Karena, prinsip dasar lembaga pendidikan didasarkan atas prinsip nirlaba, sedangkan lembaga profesi didirikan atas prinsip laba. Ini akan menjadi kendala dalam sistem kurikulum yang terkoneksi dengan lembaga-lembaga profesi.
Formulasi pendidikan yang terkoneksi dengan lembaga profesi oleh Jurusan Hukum Tata Negara dirumuskan dalam bentuk clinic legal education, yang dijadikan sebagai sarana pelatihan untuk memenuhi kemampuan legal skill dan analysis skill. Pemenuhan legal skill diberikan dalam bentuk pelatihan keterampilan merencanakan, merumuskan, menafsirkan, menetapkan, dan membuat hukum. Sedangkan analysis skill diberikan dalam bentuk pelatihan mengidentifikasi, mengklasifikasi, menemukan hukum.
“Pendidikan Clinic Legal Education (CLE) Jurusan HTN berpijak pada rumusan kurikulum profesi beracara di lembaga-lembaga penegakan hukum, keterampilan birokrasi di lembaga pemerintah dan non pemerintah, dan keterampilan legislasi di lembaga legislatif dan lembaga profesi hukum,” jelas Dr Chaerul, didampingi Sekretaris Ridwan Eko Prasetio, SH.I, MH.
Dalam masa pandemi Covid-19, untuk memenuhi kebutuhan ini, Jurusan HTN melakukannya dengan dua cara; pertama, dilakukan dengan cara daring yang diikuti oleh 178 mahasiswa HTN, dengan menghadirkan praktisi hokum. Kedua, dengan cara luring mandiri, yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa HTN yang melakukan magang di beberapa lembaga penegakan hukum, di antaranya kepolisian, kejaksaan, peradilan, dan lembaga-lemabaga bantuan hukum.
Clinic legal education jurusan HTN dapat terselenggara atas komitmen kerjasama Fakultas Syari`ah dan Hukum dengan para Alumni HTN, praktisi hukum, dan praktisi birokrasi, yang secara sinergis dan berkesinambungan, terus berusaha memberikan pelayanan ketercukupan atas kebutuhan kompetensi profesi mahasiswa HTN.[nanang sungkawa]