Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Sunan Gunung Djati Bandung menggelar Seminar Nasional Pernikahan Beda Agama, Perspektif Ilmu Syariah dan Ilmu Perundang-undangan yang dibuka oleh Rektor, Prof Dr H Mahmud MSi CSEE di Shakti Hotel, Rabu (20/4/2022).
Prof. Dr. Drs. H. Amran Suadi, S.H. M.Hum, M.M. (Ketua Kamar Agama MARI), Prof Dr Kh Rachmat Syafe’i Lc MA (Akademisi, Ketua Umum MUI Provinsi Jawa Barat) yang dipandu oleh Dr Burhananudin, MH.
Dalam sambutanya Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung Prof Dr H Mahmud MSi CSEE sangat mengapresiasi ikhtiar Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) yang menyelenggarakan Seminar Nasional Pernikahan Beda Agama, mengingat angka Pernikahan Beda Agama di Indonesia terus meningkat. Dari data Indonesian Conference On Religion and Peace (ICRP) mencatat sejak 2005 sudah ada 1.425 pasangan.
Prof Mahmud menyampaikan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) melarang dilangsungkannya pernikahan pria muslim dengan wanita ahlul kitab, didasarkan pada pertimbangan kemaslahatan agama serta keharmonisan hubungan rumah tangga yang tidak mudah bisa terjalin apabila pasangan suami isteri tidak sepaham dalam ide, pandangan hidup atau agamanya (Fatwa Majelis Ulama Indonesia 1426 H/2005 M)
Pertama: wanita muslimah tidak dibolehkan (haram hukumnya) menikah dengan pria non muslim; Kedua: seorang pria muslim diharamkan menikahi wanita bukan muslimah, termasuk wanita ahlulkitab, karena dipandang mafsadatnya (kerusakannya) lebih besar dari pada maslahatnya;
Dekan FSH, Prof Fauzan Ali Rasyid, MSi menuturkan terselenggranya Semianr Nasional Pernihan Beda Agama ini merupakan salah satu bentuk turuna dari MoU antara UIN Sunan Gunung Djati Bandung dengan Mahkamah Agung RI untuk ikut mensosialisasikan dan mencerdaskan kehidupan berbangsa, bernegara, “karena fenomena menikah beda agama hari ini semakin ramai dibicarakan, bahkan menjadi viral di media soaial. Untuk itu, keberadaan kampus harus memberikan kontribusi positif terhadaop segala persoalan yang dihadapi masyarakat,” jelasnya.
Menurutnya pernikahan beda agama tidak sah menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Hukum Islam.
Bagi Prof. Dr. Drs. H. Amran Suadi, S.H. M.Hum, M.M. menjelaskan berdasarkan Fatwa MUI Nomor: 4/MunasVII/MUI/8/2005 tentang Perkawinan Beda Agama; Pertama, Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah. Kedua, Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita Ahlu Kitab, menurut qaul mu’tamad, adalah haram dan tidak sah.
Ulama telah sepakat, bahwa pernikahan antara seorang Wanita muslimah dengan pria non muslim adalah haram (dilarang). Dasar hukum: Al-Baqarah: 221 “Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik dengan wanita-wanita yang mukmin”
Alasan ditetapkan larangan ini, karena dikhawatirkan Wanita muslimah yang menikah dengan pria non muslim itu kehilangan hak yang paling asasi, yakni kebebasan beragama dan menjalankan ajaran-ajaran agamanya, kemudian terseret kepada agama suaminya
Sedangkan Pernikahan Beda Agama dalam Perspektif Kompilasi Hukum Islam: Pasal 40 ayat (c), “Dilarang perkawinan antara seorang pria beragama Islam dengan seorang wanita yang tidak beragama Islam”; Pasal 44, “Dilarang perkawinan antara seorang wanita beragama Islam dengan seorang pria tidak beragama Islam” “Kompilasi Hukum Islam menyatakan dengan tegas bahwa pernikahan beda agama tidak boleh dilakukan oleh kaum muslimin di Indonesia,” pungkasnya.