Penyuluhan Hukum Serentak di 33 Provinsi Indonesia: FSH UIN SGD Bandung dan Kemenkumham RI

FSH NEWS: Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Sunan Gunung Djati Bandung merupakan salah satu fakultas yang turut berperan dalam penyelenggaraan penyuluhan hukum serentak di 33 provinsi di Indonesia. Acara ini digagas oleh Kementerian Hukum dan HAM RI, dan keterlibatan FSH melalui JDIH UIN SGD Bandung menunjukkan tanggung jawab kelembagaan untuk mendukung suksesnya program ini. Keterlibatan tersebut bukan hanya sekadar kerja sama antara FSH dan Kemenkumham RI, tetapi juga merupakan bagian dari tanggung jawab akademik sebagai lembaga pendidikan tinggi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesantunan dan kemanusiaan berbasis kemanfaatan bagi seluruh kehidupan.

Prof. Dr. H. Fauzan Ali Rasyid, M.Si, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, memberikan dukungan penuh terhadap pelaksanaan penyuluhan hukum serentak ini. Dalam wawancara singkat, beliau menyampaikan bahwa perundungan bertentangan dengan prinsip-prinsip pendidikan yang harus dijalankan melalui proses keteladanan. Menurutnya, pendidikan bukan hanya tentang transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga tentang penanaman nilai-nilai moral dan etika yang humanis melalui model perilaku nyata. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, tujuan pendidikan sebagai lembaga yang melahirkan manusia seutuhnya akan tercapai. Beliau juga menegaskan bahwa perundungan di dunia pendidikan harus dilawan dan dihapuskan karena bertentangan dengan nilai-nilai dasar pendidikan, keadilan, dan kemanusiaan yang beradab.

Penyuluhan hukum serentak tahun 2024 ini mengusung tema: “Tingkatkan Kesadaran dan Kepatuhan Hukum, Hindari Perundungan di Pendidikan Tinggi.” Tema ini merupakan respons dan antisipasi terhadap perundungan yang kembali terjadi di beberapa lembaga pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Secara yuridis, perundungan dianggap sebagai penyimpangan perilaku personal dan sosial, yang merupakan dampak negatif dari pemahaman yang keliru mengenai identitas pribadi dan fungsi sosial peserta didik. Perundungan dapat diidentifikasi melalui beberapa model, di antaranya:

  1. Senioritas: Biasanya dilakukan oleh siswa yang lebih senior kepada juniornya dengan merasa lebih berkuasa, baik secara verbal maupun non-verbal.
  2. Melabrak Korban: Terjadi karena kecemburuan atau merasa tidak dihargai, dengan tujuan menyudutkan korban.
  3. Mengucilkan Seseorang: Tidak melibatkan korban dalam kegiatan kelompok, sehingga korban merasa diasingkan dan tidak memiliki teman.
  4. Cyberbullying: Pemanfaatan media sosial untuk mendiskreditkan korban, seperti melalui komentar kebencian, fitnah, dan membentuk opini negatif.

Pencegahan yang dilaksanakan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI bersama perguruan tinggi yang terlibat meliputi beberapa langkah, antara lain:

  1. Edukasi dan Partisipasi Semua Pihak: Melibatkan mahasiswa, dosen, dan seluruh elemen terkait untuk memiliki pemahaman yang sama dalam mengantisipasi perundungan.
  2. Menciptakan Ekosistem Akademik yang Aman dan Nyaman: Membentuk lingkungan yang mendukung tumbuh kembang generasi muda yang berkualitas.
  3. Diskusi Terbuka: Fasilitasi dialog tentang perundungan, serta ajarkan keterampilan sosial yang membangun hubungan yang sehat.
  4. Kampanye Anti-Perundungan: Menggunakan ide-ide kreatif dari agen perubahan untuk menjalankan kampanye, serta melakukan evaluasi berkala terhadap program-program pencegahan dan penanganan perundungan.

Acara penyuluhan hukum serentak ini dihadiri oleh seluruh jajaran pimpinan fakultas, dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa FSH. Dari pihak Kementerian Hukum dan HAM RI, hadir perwakilan dari Kanwil Kemenkumham Jawa Barat, termasuk Kepala Bidang Hukum serta Kepala Bidang Penyuluhan Hukum, Bantuan Hukum, dan Jaringan Dokumentasi Hukum.

Related Posts

Leave a Reply