
Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag, Rektor UIN SGD Bandung, dalam sambutannya sebagai keynote speaker pada seminar Optimalisasi Pemberdayaan Harta Waqaf yang diselenggarakan oleh Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), menyampaikan bahwa kajian waqaf adalah salah satu kajian hukum Islam yang memiliki dampak sosial-ekonomi. Oleh karena itu, pembahasan tentang waqaf tidak seharusnya hanya terbatas pada aspek fiqih saja, sebab jika dipandang hanya dari sudut pandang fiqih, turats-turats fiqih Islam telah menawarkan kajian yang sangat luas, mendalam, dan komprehensif.
Di era Industri 4.0 dan Society 5.0, perspektif waqaf harus diarahkan pada pengelolaan harta waqaf sebagai aset produktif yang dapat memberikan dampak positif dalam proses pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini dapat dilihat sejak masa Rasulullah SAW yang mengenalkan waqaf di Madinah, terutama pada saat pembangunan Masjid Quba. Selanjutnya, waqaf berkembang pada masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah, yang tidak hanya berupa pendirian lembaga pendidikan dan sosial, tetapi juga diatur dan dikelola oleh negara, termasuk penunjukan lembaga khusus untuk mengelola harta waqaf.

Dalam kesempatan ini, Prof. Rosihon menegaskan bahwa UIN SGD Bandung, bersama Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), harus berperan aktif dalam proses optimalisasi pengelolaan, pemanfaatan, dan keberlanjutan aset waqaf. Sebagai lembaga pendidikan yang memiliki potensi dan kualifikasi, UIN dan FSH memiliki peran penting dalam mendukung pengelolaan waqaf produktif.

Sementara itu, Prof. Dr. H. Fauzan Ali Rasyid, M.Si, dalam sesi pembicaraannya menjelaskan bahwa waqaf bukanlah sekadar santunan sosial atau kepedulian sosial yang instan. Waqaf hadir sebagai konsep yang bertujuan untuk mempertahankan aset dan mengoptimalkan manfaatnya untuk kepentingan pembangunan dan kesejahteraan umat manusia. Oleh karena itu, waqaf terbuka bagi siapa saja, meskipun nadzir (pengelola waqaf) harus beragama Islam.
Dalam konteks ini, Fakultas Syariah dan Hukum melalui Program Studi Hukum Ekonomi Syariah mendudukkan waqaf sebagai instrumen investasi. Dengan konsep waqaf produktif, semua pihak memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam program ini, tidak hanya terbatas pada waqaf benda. Prof. Fauzan menambahkan bahwa waqaf tidak harus dipahami secara tekstual, tetapi perlu dikembangkan dengan mempertimbangkan maqasid syariah, di mana waqaf diarahkan untuk menciptakan manfaat yang seluas-luasnya.

Dr. KH. Endang Ali Ma’sum, S.H., M.Hi, Ketua Pengadilan Tinggi Agama Jawa Barat, bersama Dr. H. Tatang Astarudin, M.Si, juga menyampaikan pentingnya inovasi dalam pengelolaan waqaf. Mereka sepakat bahwa secara yuridis, waqaf dikelola oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang berfungsi sebagai regulator dan operator. BWI bertanggung jawab untuk mengoptimalkan potensi waqaf produktif, termasuk waqaf uang, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendukung berbagai sektor.

Potensi waqaf uang di Indonesia diperkirakan mencapai hampir Rp 180 triliun per tahun. Namun, yang terealisasi baru sekitar Rp 2,23 triliun, atau kurang dari 2% dari total potensi tersebut. Hal ini disebabkan oleh rendahnya literasi masyarakat mengenai waqaf uang serta kompleksitas instrumen keuangan yang terkait. Untuk itu, diperlukan kolaborasi antar lembaga, termasuk lembaga keuangan syariah di Indonesia yang telah menyediakan berbagai instrumen, seperti:
- Cash Waqf Linked Sukuk Ritel (CWLS): Instrumen investasi yang menghubungkan dana wakaf dengan sukuk, memberikan imbal hasil kepada wakif.
- Sukuk Linked Waqf (SLW): Sukuk yang dikhususkan untuk mendanai proyek sosial melalui wakaf.
- Cash Waqf Linked Deposit (CLWD): Produk simpanan yang memungkinkan wakif menyimpan uang dengan tujuan waqaf, sambil mendapatkan imbal hasil sesuai prinsip syariah.
Seminar Nasional Optimalisasi Pemberdayaan Harta Waqaf ini dihadiri oleh Wakil Dekan, Ketua dan Sekretaris Jurusan, Ketua dan Sekretaris Lembaga, Ketua Laboratorium, Kepala Bagian Tata Usaha FSH, dosen, serta tenaga pendidik di lingkungan Fakultas Syariah dan Hukum UIN SGD Bandung.











